Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa setelah ummat Islam melalui babak ketiga era Akhir Zaman dimana yang memimpin adalah para Mulkan ’Aadhdhon (ParaRajayang Menggigit), maka selanjutnya ummat Islam akan mengalami babak keempat  dimana yang memimpin adalah para Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon merupakan babak dimana ummat Islam dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang masih menamakan dirinya para Khalifah.  Artinya, sistem formal kehidupan bermasyarakat dan bernegara masih disebut Khilafah Islamiyyah. Dengan kata lain sistem pemerintahan yang berlaku masih merupakan sistem pemerintahan Islam. Lalu mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutnya dengan istilah Mulkan
 (Para Raja)? Sebab dalam pola suksesinya mereka menerapkan sistem 
warisan kekuasaan. Bila seorang khalifah wafat maka yang menggantikan 
adalah anaknya. Bila ia wafat maka yang menggantikan adalah anaknya 
lagi. Demikian seterusnya.
dimana yang memimpin adalah para Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon merupakan babak dimana ummat Islam dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang masih menamakan dirinya para Khalifah.  Artinya, sistem formal kehidupan bermasyarakat dan bernegara masih disebut Khilafah Islamiyyah. Dengan kata lain sistem pemerintahan yang berlaku masih merupakan sistem pemerintahan Islam. Lalu mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutnya dengan istilah Mulkan
 (Para Raja)? Sebab dalam pola suksesinya mereka menerapkan sistem 
warisan kekuasaan. Bila seorang khalifah wafat maka yang menggantikan 
adalah anaknya. Bila ia wafat maka yang menggantikan adalah anaknya 
lagi. Demikian seterusnya.
 dimana yang memimpin adalah para Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon merupakan babak dimana ummat Islam dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang masih menamakan dirinya para Khalifah.  Artinya, sistem formal kehidupan bermasyarakat dan bernegara masih disebut Khilafah Islamiyyah. Dengan kata lain sistem pemerintahan yang berlaku masih merupakan sistem pemerintahan Islam. Lalu mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutnya dengan istilah Mulkan
 (Para Raja)? Sebab dalam pola suksesinya mereka menerapkan sistem 
warisan kekuasaan. Bila seorang khalifah wafat maka yang menggantikan 
adalah anaknya. Bila ia wafat maka yang menggantikan adalah anaknya 
lagi. Demikian seterusnya.
dimana yang memimpin adalah para Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon merupakan babak dimana ummat Islam dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang masih menamakan dirinya para Khalifah.  Artinya, sistem formal kehidupan bermasyarakat dan bernegara masih disebut Khilafah Islamiyyah. Dengan kata lain sistem pemerintahan yang berlaku masih merupakan sistem pemerintahan Islam. Lalu mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutnya dengan istilah Mulkan
 (Para Raja)? Sebab dalam pola suksesinya mereka menerapkan sistem 
warisan kekuasaan. Bila seorang khalifah wafat maka yang menggantikan 
adalah anaknya. Bila ia wafat maka yang menggantikan adalah anaknya 
lagi. Demikian seterusnya.
Kemudian apa yang dimaksud dengan istilah ’Aadhdhon
 (Menggigit)? Yang dimaksud dengan menggigit ialah menggigit Al-Qur’an 
dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Para khalifah di babak ketiga masih 
”minggigit” dua sumber utama warisan suci ummat Islam. Tapi tentunya 
berbeda dengan para pemimpin di babak sebelumnya, yaitu babak kedua,  
yang dijuluki Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai Khilafatun ’Alah Minhaj An-Nubuwwah
 (Kekhalifahan yang Mengikuti Sistem/Metode Kenabian).  Para Khulafa 
ar-Rasyidin yang mengisi babak kedua bukan ”menggigit” Al-Qur’an dan 
As-Sunnah, melainkan mereka ”menggenggam” kedua sumber utama tersebut. 
Ibarat orang mendaki bukit, lalu diberi seutas tali, tentunya lebih aman
 dan pasti bila ia menggenggam tali tersebut hingga mencapai puncak bukit daripada ia menggigit-nya.
Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon berlangsung sangat lama yaitu sekitar tigabelas abad alias 1300-an tahun. Subhanallah..!
 Babak ketiga tersebut diawali dengan berdirinya kerajaan Daulat Bani 
Umayyah. Kemudian diikuti dengan Daulat Bani Abbasiyyah. Lalu terakhir 
ditutup dengan era Kesultanan Ustmani Turki yang akhirnya runtuh pada 
Maret 1924 Masehi atau 1342 Hijriyyah. Selama masa yang demikian panjang
 ummat Islam mengalami aneka jenis pemimpin. Ada di antara mereka yang 
tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang sangat adil dan bijaksana 
seperti Umar bin Abdul Aziz. Beliau sedemikian dihormatinya hingga 
sebagian ulama menjulukinya sebagai Khalifah Rasyidah kelima sesudah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin  Khattab,
 Utsman bin ’Affan dan ’Ali bin Abi Thalib. Namun ada pula mereka yang 
tercatat sebagai khalifah yang zalim sehingga memenjarakan ulama-ulama 
besar semacam Imam Ahmad bin Hambal. Namun betapapun zalimnya pemimpin 
di masa itu, tak pernah kita dengar ada seorang ulamapun yang 
menganjurkan untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah resmi. Mengapa?
 Karena sistem yang berlaku masih merupakan sistem Islam alias Khilafah 
Islamiyyah. Masyarakat masih bisa berharap bahwa bila pemimpinnya 
berganti dengan yang adil, niscaya akan terjadi perbaikan keadaan. Yang 
penting fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak keluar dari 
bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah.
Khattab,
 Utsman bin ’Affan dan ’Ali bin Abi Thalib. Namun ada pula mereka yang 
tercatat sebagai khalifah yang zalim sehingga memenjarakan ulama-ulama 
besar semacam Imam Ahmad bin Hambal. Namun betapapun zalimnya pemimpin 
di masa itu, tak pernah kita dengar ada seorang ulamapun yang 
menganjurkan untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah resmi. Mengapa?
 Karena sistem yang berlaku masih merupakan sistem Islam alias Khilafah 
Islamiyyah. Masyarakat masih bisa berharap bahwa bila pemimpinnya 
berganti dengan yang adil, niscaya akan terjadi perbaikan keadaan. Yang 
penting fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak keluar dari 
bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah.
 Khattab,
 Utsman bin ’Affan dan ’Ali bin Abi Thalib. Namun ada pula mereka yang 
tercatat sebagai khalifah yang zalim sehingga memenjarakan ulama-ulama 
besar semacam Imam Ahmad bin Hambal. Namun betapapun zalimnya pemimpin 
di masa itu, tak pernah kita dengar ada seorang ulamapun yang 
menganjurkan untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah resmi. Mengapa?
 Karena sistem yang berlaku masih merupakan sistem Islam alias Khilafah 
Islamiyyah. Masyarakat masih bisa berharap bahwa bila pemimpinnya 
berganti dengan yang adil, niscaya akan terjadi perbaikan keadaan. Yang 
penting fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak keluar dari 
bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah.
Khattab,
 Utsman bin ’Affan dan ’Ali bin Abi Thalib. Namun ada pula mereka yang 
tercatat sebagai khalifah yang zalim sehingga memenjarakan ulama-ulama 
besar semacam Imam Ahmad bin Hambal. Namun betapapun zalimnya pemimpin 
di masa itu, tak pernah kita dengar ada seorang ulamapun yang 
menganjurkan untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah resmi. Mengapa?
 Karena sistem yang berlaku masih merupakan sistem Islam alias Khilafah 
Islamiyyah. Masyarakat masih bisa berharap bahwa bila pemimpinnya 
berganti dengan yang adil, niscaya akan terjadi perbaikan keadaan. Yang 
penting fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak keluar dari 
bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah.
Hadirnya para Khalifah di babak ketiga yang 
berlaku zalim di tengah masyarakat inilah yang seringkali menjadi 
sasaran tembak musuh-musuh Islam untuk menghilangkan keyakinan serta 
kerinduan ummat Islam akan hadirnya kembali sistem Khilafah Islamiyyah. 
Para manipulator sejarah itu menggambarkan seolah bila khilafah wujud 
kembali berarti ummat Islam akan memiliki pemimpin-pemimpin zalim. 
Seingga kezaliman oknum-oknum khalifah tertentu di masa lalu menjadi justifikasi untuk menggeneralisasi kezaliman sistem Khilafah.
Setelah runtuhnya pemerintahan Islam Khilafah 
Islamiyyah pada tahun 1924, mulailah ummat Islam memasuki babak keempat 
era Akhir Zaman yang dijuluki Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai babak kepemimpinan Mulkan Jabbriyyan
 (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Pada hakikatnya peralihan 
kehidupan dari babak ketiga menjadi babak keempat merupakan peralihan 
dari kepemimpinan Islam dan ummat Islam atas sebagian besar wilayah 
dunia kepada kepemimpinan kaum kuffar Barat atas sebagian besar wilayah 
dunia. Sejak saat itu praktis ummat Islam sudah kehilangan tongkat 
kepemimpinan dunia. Mulailah dunia dipimpin oleh fihak kaum kuffar 
Barat, dengan Inggris dan Amerika sebagai komandan utamanya.
 Perang
 Dunia pertama merupakan puncak upaya kaum kuffar barat untuk 
memusnahkan eksistensi Khilafah Islamiyyah Kesultanan Ustmani Turki dari
 peta dunia. Dan Perang Dunia kedua merupakan puncak upaya kaum kuffar 
Barat untuk memastikan berdirinya sistem kehidupan bermasyarakat dan 
bernegara yang berlandaskan prinsip Nasionalisme alias 
Kebangsaan.   Itulah sebabnya setelah berakhirnya Perang Dunia kedua 
lahirlah Badan Dunia di bawah kendali penuh kaum kuffar Barat bernama 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagai ganti dari sistem kehidupan 
bermasyarakat dan bernegara berdasarkan aqidah Islamiyyah berupa 
Khilafah Islamiyyah, maka dunia selanjutnya diperkenalkan dengan sistem 
baru kepemimpinan dunia yang berlandaskan Nasionalisme bernama PBB. 
Sejak hari pertama berdirinya badan dunia ini sudah jelas terlihat 
adanya diskriminasi dimana beberapa negara kafir barat tertentu 
memperoleh hak istimewa menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan 
memiliki hak veto pula.
Perang
 Dunia pertama merupakan puncak upaya kaum kuffar barat untuk 
memusnahkan eksistensi Khilafah Islamiyyah Kesultanan Ustmani Turki dari
 peta dunia. Dan Perang Dunia kedua merupakan puncak upaya kaum kuffar 
Barat untuk memastikan berdirinya sistem kehidupan bermasyarakat dan 
bernegara yang berlandaskan prinsip Nasionalisme alias 
Kebangsaan.   Itulah sebabnya setelah berakhirnya Perang Dunia kedua 
lahirlah Badan Dunia di bawah kendali penuh kaum kuffar Barat bernama 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagai ganti dari sistem kehidupan 
bermasyarakat dan bernegara berdasarkan aqidah Islamiyyah berupa 
Khilafah Islamiyyah, maka dunia selanjutnya diperkenalkan dengan sistem 
baru kepemimpinan dunia yang berlandaskan Nasionalisme bernama PBB. 
Sejak hari pertama berdirinya badan dunia ini sudah jelas terlihat 
adanya diskriminasi dimana beberapa negara kafir barat tertentu 
memperoleh hak istimewa menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan 
memiliki hak veto pula.
Jadi saudaraku, perbedaan paling mencolok antara kehidupan ummat islam selama babak  pertama,
 kedua dan ketiga dibandingkan dengan babak keempat ialah bahwa selama 
ribuan tahun babak-babak tersebut berlangsung ummat Islam masih hidup di
 bawah sistem yang berlandaskan aqidah semata dan mereka dipimpin oleh 
sesama saudara berimannya dengan senantiasa mengembalikan berbagai 
urusan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Masyarakat hidup di bawah naungan
 Syariat Islam dan merasakan keadilan Hukum Allah. Namun begitu memasuki
 babak keempat segera tarjadi perubahan fundamental. Masyarakat tidak 
lagi hidup di bawah naungan Syariat Islam dan tidak lagi merasakan 
keadilan hukum Allah. Lalu yang memimpin pada skala dunia adalah kaum 
kuffar, hukum yang berlaku adalah hukum buatan manusia alias hukum 
Jahiliyyah.
pertama,
 kedua dan ketiga dibandingkan dengan babak keempat ialah bahwa selama 
ribuan tahun babak-babak tersebut berlangsung ummat Islam masih hidup di
 bawah sistem yang berlandaskan aqidah semata dan mereka dipimpin oleh 
sesama saudara berimannya dengan senantiasa mengembalikan berbagai 
urusan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Masyarakat hidup di bawah naungan
 Syariat Islam dan merasakan keadilan Hukum Allah. Namun begitu memasuki
 babak keempat segera tarjadi perubahan fundamental. Masyarakat tidak 
lagi hidup di bawah naungan Syariat Islam dan tidak lagi merasakan 
keadilan hukum Allah. Lalu yang memimpin pada skala dunia adalah kaum 
kuffar, hukum yang berlaku adalah hukum buatan manusia alias hukum 
Jahiliyyah.
 pertama,
 kedua dan ketiga dibandingkan dengan babak keempat ialah bahwa selama 
ribuan tahun babak-babak tersebut berlangsung ummat Islam masih hidup di
 bawah sistem yang berlandaskan aqidah semata dan mereka dipimpin oleh 
sesama saudara berimannya dengan senantiasa mengembalikan berbagai 
urusan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Masyarakat hidup di bawah naungan
 Syariat Islam dan merasakan keadilan Hukum Allah. Namun begitu memasuki
 babak keempat segera tarjadi perubahan fundamental. Masyarakat tidak 
lagi hidup di bawah naungan Syariat Islam dan tidak lagi merasakan 
keadilan hukum Allah. Lalu yang memimpin pada skala dunia adalah kaum 
kuffar, hukum yang berlaku adalah hukum buatan manusia alias hukum 
Jahiliyyah.
pertama,
 kedua dan ketiga dibandingkan dengan babak keempat ialah bahwa selama 
ribuan tahun babak-babak tersebut berlangsung ummat Islam masih hidup di
 bawah sistem yang berlandaskan aqidah semata dan mereka dipimpin oleh 
sesama saudara berimannya dengan senantiasa mengembalikan berbagai 
urusan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Masyarakat hidup di bawah naungan
 Syariat Islam dan merasakan keadilan Hukum Allah. Namun begitu memasuki
 babak keempat segera tarjadi perubahan fundamental. Masyarakat tidak 
lagi hidup di bawah naungan Syariat Islam dan tidak lagi merasakan 
keadilan hukum Allah. Lalu yang memimpin pada skala dunia adalah kaum 
kuffar, hukum yang berlaku adalah hukum buatan manusia alias hukum 
Jahiliyyah.
Ketika masih hidup di tiga babak sebelumnya 
ummat Islam benar-benar merasakan bahwa misi utama mereka hadir ke muka 
bumi dapat diwujudkan, yaitu pembebasan manusia dari penghambaan sesama manusia untuk hanya menghamba kepada Allah.
 Sedangkan begitu memasuki babak keempat kembali terjadi penghambaan 
manusia atas sesama manusia. Kalaupun perasaan menghamba kepada Allah 
hadir, maka ia hanya berlaku dalam urusan pribadi seperti sholat dan 
ibadah ritual keagamaan lainnya. Adapun urusan sosial, politik, ekonomi 
dan budaya seolah berjalan dengan menyingkirkan nilai-nilai penghambaan 
manusia kepada Allah. Peralihan babak ketiga menjadi babak keempat 
merupakan bukti kebenaran firman Allah:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ
 قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, 
maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka 
yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di
 antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).” (QS Ali Imran ayat 
140)
Saudaraku, kita sedang menjalani masa kepemimpinan 
kaum kuffar. Allah telah memutuskan untuk memindahkan giliran 
kepemimpinan dunia dari orang-orang beriman kepada kaum kuffar. Ini 
merupakan era paling kelam dalam sejarah Islam. Pada era inilah ummat 
manusia diperkenalkan (baca: dipermainkan) oleh aneka ideologi buatan 
manusia. Ada Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Nasionalisme, 
Pluralisme, Sekularisme, Liberalisme, Humanisme dan belakangan ini yang 
paling gencar dipromosikan oleh ”pemimpin dunia” Amerika ialah 
Demokrasi. Bahkan Demokrasi telah dijadikan alat untuk membedakan mana 
negeri beradab dan mana yang bukan. Demokrasi menjadi alasan untuk 
melakukan invasi ke negeri-negeri Islam seperti Irak dan Afghanistan. 
Demokrasi menjadi alat untuk menentukan apakah suatu negara patut dipuji
 lalu didekati atau dimusuhi kemudian dijauhi. Demokrasi menjadi alat 
untuk memisahkan antara kalangan Islam Moderat dengan Islam 
Fundamentalis.
 Pantas
 bilamana seorang penulis Muslim berkebangsaan Inggris menyebut dunia 
sejak runtuhnya Khilafah Islamiyyah menjadi laksana sebuah Sistem 
Dajjal. Sebuah sistem kafir dimana  segenap lini kehidupan telah 
diarahkan oleh nilai-nilai Dajjal. Bertentangan dengan sistem Kenabian 
yang dibimbing oleh nilai-nilai rabbani ajaran Islam. Dalam dunia
 modern dewasa ini hampir semua fihak berhasil ”dijinakkan” oleh para 
pemimpin kafir yang memimpin dunia. Tanpa kecuali negeri-negeri 
berpenduduk mayoritas muslimpun telah banyak yang berhasil dijinakkan 
sehingga tunduk kepada kehendak para Mulkan Jabbriyyan tersebut.
Pantas
 bilamana seorang penulis Muslim berkebangsaan Inggris menyebut dunia 
sejak runtuhnya Khilafah Islamiyyah menjadi laksana sebuah Sistem 
Dajjal. Sebuah sistem kafir dimana  segenap lini kehidupan telah 
diarahkan oleh nilai-nilai Dajjal. Bertentangan dengan sistem Kenabian 
yang dibimbing oleh nilai-nilai rabbani ajaran Islam. Dalam dunia
 modern dewasa ini hampir semua fihak berhasil ”dijinakkan” oleh para 
pemimpin kafir yang memimpin dunia. Tanpa kecuali negeri-negeri 
berpenduduk mayoritas muslimpun telah banyak yang berhasil dijinakkan 
sehingga tunduk kepada kehendak para Mulkan Jabbriyyan tersebut.
Kepemimpinan babak keempat disebut Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dengan julukan Mulkan Jabbriyyan
 (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak), karena dalam pola 
kekuasaannya mereka hendak memaksakan kehendaknya seraya mengabaikan 
kehendak Allah dan RasulNya. Bila pemerintahannya bercorak totaliter, 
maka kehendak penguasanya bersifat individual. Bila pemerintahannya 
bercorak demokratis, maka kehendak penguasanya bersifat kolektif 
perpaduan kekuasan eksekutif, legislatif dan yudikatif.  Yang manapun 
corak pemerintahannya, satu hal yang pasti ialah berlaku di dalamnya 
penghambaan manusia atas manusia lainnya. Penghambaan masyarakat kepada 
penguasa individual jika bercorak totaliter. Dan penghambaan masyarakat 
kepada penguasa kolektif bila bercorak demokratis.
Dalam Sistem Dajjal dunia dewasa ini, barangkali peringatan Allah di bawah ini perlu menjadi renungan kita bersama:
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ
 وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا
 السَّبِيلَا رَبَّنَا آَتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan 
dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami ta`at 
kepada Allah dan ta`at (pula) kepada Rasul”. Dan mereka berkata: “Ya 
Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta`ati pemimpin-pemimpin dan 
pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang 
benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan
 kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS Al-Ahzab ayat 64-68)
Ya Allah, jadikanlah hati kami condong selalu 
kepada iman dan jadikanlah iman sesuatu yang indah dalam hati kami. Dan 
tanamkanlah kebencian di dalam hati kami akan kekufuran, kefasikan dan 
kemaksiatan. Amin ya Rabb.-

 
.jpg)
 
Selamat Datang Sahabat....
Silahkan tinggalkan komentar dan saran
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon