Silsilah Melayu dan Bugis ’Saudara Perempuan’ Tuhfat al-Nafis


 elain dikenal sebagai pengarang yang prolific atau subur dalam menghasilkan karya-karya dalam bidang bahasa dan sastra Melayu, tata bahasa Melayu, perkamusan, dan ketatanegaraan (hukum), Raja Ali Haji juga dikenal sebagai seorang sejarawan Alam Melayu kurun ke-19 melalui dua buah karyanya yang menumental: Silsilah Melayu dan Bugis, dan Tuhfat al-Nafis.
Tulisan ini bermaksud memperkenalkan Silah Melayu dan Bugis, sebuah kitab sejarah yang judul lengkapnya adalah Kitab Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Raja-Rajanya, sebagai salah satu hasil historiografi (pensejarahan) tradisional Melayu.
Seperti diungkapkan oleh Raja Ali Haji dalam salah satu mukadimah teks edisi cetak Silsilah Melayu dan Bugis yang dicetak oleh Pejabat Cetak Kerajaan Johor 1956, kitab sejarah ini mulai ditulis pada 15 Rabbi’ulakhir 1282 Hijriah (Selasa 5 September 1865 Miladiah) di Pulau Penyengat.
Berdasarkan hasil kajian philologist yang dilakukan oleh Ted Beardow atas naskah Silsilah Melayu dan Bugis dan variannya, dapat diketahui bahwa Raja Ali Haji telah menulis naskah Silsilah Melayu dan Bugis lebih dahulu, yaitu antara bulan September 1865 hingga bulan Januari 1866, dan kemudian pada tahun 1866 juga mulai melanjutkan kerja ayahanda, Raja Ahmad atau Engku Haji Tua, menyelesaikan Tuhfat Al-Nafis.
Dalam mukadimah teks edisi cetak huruf Arab Melayu tahun 1956, Raja Ali Haji menyebutkan bahwa bahan dasar atau bahan sumber asal kitab Silsilah Melayu dan Bugis adalah sebuah “kitab silsilah” yang diperoleh dari salah seorang saudaranya, anak Sultan Pontianak, yang bernama Said al-Syarif ‘Abd-al-Rahman ibni Said al-Syarif Qasim bin Said al-Syarif ‘Abd-al-Rahman al-Qadri dari Pontianak: Sebuah manuskrip yang kemudian dikenal juga sebagai “sejarah yang datang dari sebelah Timur”.
Dengan merujuk kepada kepada hasil kajian Virginia Matheson atas bahan-bahan sumber yang digunakan oleh Raja Ali Haji dalam menyusun Tuhfat Al-Nafis, Ted Beardow dalam dalam tulisannya tentang bahan sumber yang digunkan dalam penyusunan Silsilah Melayu dan Bugis, menyimpulkan bahwa kitab yang diperoleh dari Pontinak atau “sejarah yang datang dari sebelah Timur” tersebut adalah manuskrip Cod. Or. 1745 yang kini berada dalam simpanan Perpustakaan Universitas Leiden atau Rijksuniversiteit-Bibliotheek Leiden, dengan judul Hikayat Upu Daeng Menambun atau Siarah Pontianak.
Varian Silslilah
Melayu dan Bugis
Setakat ini, diketahui terdapat tiga buah salinan naskah buah manuskrip atau naskah yang telah diidentifikasi sebagai naskah Silsilah Melayu dan Bugis yang berada dalam simpanan perpustakaan beberapa lembaga di luar negeri. Disamping itu, terdapat pula tiga varian dalam edisi cetak huruf Arab Melayu atau Huruf Jawi yang telah dikenal pasti.
Naskah pertama tersimpan pada Perpustakaan Universitas Leiden, Negeri Belanda, dengan nomor inventaris Cod. Or. 6345. Sebuah naskah yang berasal dari abad kesembilan belas, dan disusun dalam format buku kecil setebal 227 halaman. Naskah ini merupakan hadiah Heer Lange kepada perpustakaan Universitas Leiden. Menurut catatan Hasan Junus, penyalin naskah ini adalah seorang bernama Abdl Aziz ibni al-Marhum Nawawi al-Falaqiah.
Masih di Perpustakaan Universitas Leiden, tersimpan pula sebuah salinan naskah Silsilah Melayu dan Bugis yang dimuat di dalam sebuah kitab kumpupulan salinan naskah-naskah sejarah dari kerajaan Riau-Lingga yang berjudul, Sadjarah Riouw Lingga dan Daerah Taaloqnya.
Naskah ketiga, dikenal dengan nama “Sejarah Bugis”. Naskah ini kini berada dalam simpanan Perpustakaan Muzium Negara Malaysia di Kuala Lumpur, dengan nomor inventaris MS 209. Naskah “Sejarah Bugis” ini pernah ditelaah oleh Khalid Saidin pada tahun 1971. Sebuah informasi menyebutkan bahwa naskah ini adalah koleksi yang dipindahkan dari Muzium Negeri Perak pada tahun 1962.
Adapun sebuah naskah berjudul “Sejarah Raja-Raja Melayu dan Bugis” koleksi Pusat Dokumentasi Melay Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur dengan nomor inventaris MS 87 yang sebelumnya diidentifikasi oleh Hasan Junus sebagai salah satu nasakah “Silsilah Melayu dan Bugis, sesungguhnya adalah salinan naskah Tuhfat al-Nafis yang dibeli dari Raja Aziz bin Raja Kassim.
Pada bagian awal naskah MS 87 itu terdapat penjelasan yang serupa dengan penjelasan pada bagian awal nasakah Tuhfat al-Nafis yang lain: “…Maka pada ketika di dalam hijrat nal salla Allah ‘alaihi wassalah seribu dua ratu delapan puluh dua tahun pada tiga hari buloan Sya’ban yang maha besar dan berbangkitlah hatiku memperbuat kitab ini yang simpan….Dan aku namai akan dia Tuhfat al-Nafis.”
Di samping dua naskah di atas, terdapat pula tiga buah teks Silsilah Melayu dan Bugis dalam edisi cetak huruf Arab Melayu atau Jawi.
Edisi cetak Silsilah Melayu dan Bugis dalam huruf Arab Melayu untuk pertamakalinya diperkenalkan Singapura pada tahun 1900. Sebagaimana dilaporkan oleh Hans Overbeck pada tahun 1926, kitab Silsilah Melayu dan Bugis dalam edisi cetak tahun 1900 ini dapat diperoleh pada kedai-kedai buku di Arab Street Singapura dan kawasan sekitarnya.
Untuk keduakalinya, edisi cetak Silsilah Melayu dan Bugis menggunakan huruf Jawi atau Arab Melayu muncul kembali di Singpura pada tahun 1911. Diterbitkan oleh Sayid Abdullah bin Muhammad bin Abu Bakar al-Hadad, dan dicetak oleh Matba’at al-Imam yang beralamat di nombor 26 Robinson Road, Singapura. Mula-mula Matba’at al-Imam mencetaknya pada 21 Rabi’ulakhir 1329 Hijriah yang bersamaan dengan 20 April 1911.
Tampaknya, edisi cetak ini cukup mendapat sambutan peminat sejarah Melayu, sehingga penerbit dan pencetak yang sama mencetak kembali kitab tersebut pada 18 Mei 1911 sebanyak 2000 eksemplar dan dijual seharga $ 1.00 per-eksemplarnya. Silsilah Melayu dan Bugis edisi Matba’at al-Imam juga dihiasi dengan beberapa buah sketsa peristiwa yang dikisah di dalamnya, seperti: Sketsa bentuk perahu dan suasana peperangan di Hulu Riau.
Empat puluh lima tahun kemudian (1956), atas perintah Sultan Ibrahim, Pejabat Cetak Kerajaan Johor mencetak pula satu teks Silsilah Melayu dan Bugis berdasarkan salinan Haji ‘Abd-Allah bin Khair-al-din al-Juwanah tanggal 27 Sya’ban 1282 Hijriah bersamaan dengan 14 Januari 1866. Matba’at al-Imam.
Edisi awal teks Silsilah Melayu dan Bugis yang dicetak pada tahun 1900 dan 1911 ini cukup mendapat perhatian peminat dan pemerhati khazanah naskah Melayu pada abad kedua-puluh. Sebagai contoh, untuk pertamakalinya teks edisi tahun 1900 telah diringkaskan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh, Hans Overbeck, seorang bangsa Jerman yang piawai dan punya perhatian khusus terhadap karya sastra dan sejarah Melayu klasik.
Bahkan, teks Silsilah Melayu dan Bugis cetakan tahun 1911 telah dipergunakan pula sebagai salah satu rujukan utama oleh R.J. Wilkinson dalam penyusunan dua jilid kamus bahasa Melayu-Inggris (A Malay-English Dictionary) setebal 1291 halaman yang terbit pada tahun 1959.
Pada tahun 2009, pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menerbitkan pula edisi cetak Kitab Silsilah Melayu dan Bugis atau Kitab Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Raja-Rajanya dalam huruf rumi. Edisi cetak ini juga dialih aksarakan atau dirumikan dari teks edisi huruf jawi atau huruf Arab Melayu cetakan Pejabbat Cap Kerajaan Johor tahun 1956 yang terdiri dari 134 halaman.
Menurut Beardow, kandungan teks huruf Arab Melayu cetakan tahun 1956 ini identik dengan teks Silsilah Melayu dan Bugis yang dicetak oleh Matbaat al-Imam pada tahun 1911: kecuali beberapa kesalahan cetak dan penghilangan beberapa buah sketsa yang sebelumnya terdapat pada edisi cetak tahun 1911.
Walaupun bersandar pada bahan sumber yang sama, edisi cetak oleh Dinans Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau berbeda dalam beberapa hal dari yang sebelumnya dilakukan oleh Arena Wati. Terdapat beberapa perbaikan atas kesalahan pembacaan.
Dan yang terpenting, dalam alih aksara tahun 2009 ini ditampil sepuluh buah syair – kebanyakannya berupa syair panjang terdiri dari beberapa halaman – yang sengaja dihilangkan dalam teks alih aksara ke dalam huruf latin atau rumi oleh Arena Wati.
Padahal, syair-syair ini amat penting, karena memperlihatkan kemahiran Raja Ali Haji dalam melukiskan beberepa peristiwa yang telah dipaparkannya kedalam syair-syair dengan begitu indahnya dan ada kalanya “keras”. Dan yang paling penting, syair-syair dalam Silsilah Melayu dan Bugis adalah penanda yang membedakannya dengan Tuhfat al-Nafis. Karena dalam Silsilah Melayu dan Bugis kepiawaian Raja Ali Haji dalam menyusun prosa dan puisi bertemu dan dipadu padankan menjadi suatu pelngkap sebuah kitab sejarah.
Mengapa Silsilah Melayu dan Bugis dihiasi pula dengan kisah-kisah yang dipaparkan dalam bentuk Syair? Raja Ali menjelaskan arti penting pemaparan dalam bentuk syair itu sebagai berikut: “Disyairkan supaya menambahi peringatan supaya tetap”; “Supaya menambahi targhib pada orang yang membacanya”; dan “Syahdan kelakuan yang telah lalu itu disyairkan supaya lapang daripada lelah dan jemu membacanya.”
Dari beberapa buah syair yang terdapat di dalam Silsilah Melayu dan Bugis, kita juga dapat tahu bahwa ternyata Raja Ali Haji juga fasih dan familiar dengan bahasa Bugis, seperti terlihat pada dua bait syair berikut ini:
Banyaklah mati Panglima Siak
Bugis mengamuk kawan diteriak
Adapik kumi itiyak
Ku kajangi Melayu peruknak kuyak
Bugis membalas lasak andukmu
Anak boleh nenek moyangmu
Adap ikumi ku tetak ulumu
Kedua pihak lalu bertemu
’Saudara Perempuan’
Tuhfat al-Nafis
Silsilah Melayu dan Bugis ditahbiskan oleh Dr. Virginia Matheson sebagai ‘saudara perempuan’ Tuhfat al-Nafis dalam korpus karya Raja Ali Haji. Mengapa? Walaupun tidak ditegaskan oleh Raja Ali Haji, salah satu bahan sumber bagia penulisan Tuhfat al-Nafis adalah Silsilah Melayu dan Bugis.
Banyak narasi pada bagian-bagian awal Tuhfat al-Nafis disalin kata-perkata dari Silsilah Melayu dan Bugis: Terutama bagian sejarah Upu-Upu Bugis lima saudara dan asal usul mereka sebelum bertapak di Riau. Selain itu, menurut Dr. Virginia Matheson, terdapat indikasi bahwa Tuhfat al-Nafis menggunakan bagian-bagian dari Hikayat Upu Daeng Menambun atau Siarah Pontianak melalui Silsilah Melayu dan Bugis.
Bila merujuk kepada edisi teks huruf jawi yang dicetak oleh Pejabat Cetak Kerajaan Johor pada tahun 1956, maka secara garis besar, keseluruhan isi Kitab Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Raja-Rajanya dapat dibagi kedalam empat “bagian” utama.
Bagian pertama berisikan do’a atau doxology kepada Allah dan do’a serta salawat kepada nabi Muhammad S.A.W. Bagian kedua adalah mukadimah atau exordium yang menjelaskan bagaimana Raja Ali Haji sebagai penulis tergerak menulis Kitab Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Raja-Rajanya untuk diwariskan kepada anak-cucunya.
Bagian ketiga, adalah bagian narasi yang berisikan kisah-kisah dan kegiatan anak-anak Upu Bugis lima saudara di kawasan Kepulauan Riau-Lingga, Semenanjung Melayu, Pulau Jawa, dan Kalimantan hingga masa kekalahan Raja Alam, saudara Raja Kecik, ketika menyerang kedudukan orang-orang Bugis di Riau pada tahun 1737.
Adapun bagian keempat atau penutupnya, adalah sebuah kolofon yang menjelaskan nama dan negeri asal penyalin serta tahun penyalinan naskah Silsilah Melayu dan Bugis.***

 Sumber : Tanjung Pinang Pos

Previous
Next Post »

Selamat Datang Sahabat....
Silahkan tinggalkan komentar dan saran


Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Thanks for your comment