"Menurut saya, kasus kejahatan yang patut dijatuhi hukuman mati adalah korupsi. Korupsi ini mempunyai kesamaan dampak buruk dengan kejahatan lainnya, bahkan lebih besar dampaknya. Tapi harus diterapkan dengan karakteristik-karakteristik tertentu," kata Denny dalam diskusi "Hukuman Mati bagi Koruptor" di Jakarta, Sabtu (26/7).
Karakteristik yang dimaksud Denny, melihat kasus korupsi dari sisi jumlah korupsinya dan apakah pelaku pernah dihukum untuk kasus korupsi. "Jadi, kalau dia sudah pernah korupsi, kemudian korupsi lagi berarti inikan tidak ada efek jeranya," kata dia.
Pengamat sosial, Fajroel Rahman justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, penerapan hukuman mati merupakan tindakan pelanggaran HAM. "Ini lebih ke sifat moral, hanya Tuhan yang punya hak untuk mencabut nyawa manusia. Saya pernah satu sel dengan orang yang akan dihukum mati, saya tahu betul bagaimana rasanya menanti eksekusi. Saya pikir, hukuman seumur hidup lebih dari cukup untuk menghukum seeorang," ujar Fajroel.
Kata Denny, jika dilihat dari proses eksekusi, ia setuju jika hukuman mati tidak manusiawi. Sebab sebelum eksekusi, seorang terpidana harus menunggu untuk waktu yang lama dan proses yang bertele-tele. Kedepannya, ia mengatakan, perlu adanya waktu eksekusi yang jelas. Sehingga tidak membuat terpidana hukuman mati terkatung-katung. "Tapi, walaupun hukum kita membuka peluang untuk itu, kita belum pernah menjatuhkan hukuman mati bagi koruptor. Hingga saat ini, yang hilang dari sistem hukum kita adalah penjeraan," kata Denny.
Anggota Komisi III DPR, Soeripto berpendapat, penerapan hukuman mati bagi koruptor dapat dilakukan secara bertahap. Ia mencontohkan, bisa diterapkan dalam jangka waktu 10 tahun kedepan, kemudian dilakukan evaluasi. "Untuk konteks Indonesia, hukuman mati bagi koruptor ini harus diterapkan. Kondisi di Indonesia saat ini, menurut saya, sangat memenuhi untuk menerapkan itu. Tapi harus diterapkan jangan pilih-pilih," ujar Soeripto.
Sumber : www.kompas.com
Contact 081364726575
Karakteristik yang dimaksud Denny, melihat kasus korupsi dari sisi jumlah korupsinya dan apakah pelaku pernah dihukum untuk kasus korupsi. "Jadi, kalau dia sudah pernah korupsi, kemudian korupsi lagi berarti inikan tidak ada efek jeranya," kata dia.
Pengamat sosial, Fajroel Rahman justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, penerapan hukuman mati merupakan tindakan pelanggaran HAM. "Ini lebih ke sifat moral, hanya Tuhan yang punya hak untuk mencabut nyawa manusia. Saya pernah satu sel dengan orang yang akan dihukum mati, saya tahu betul bagaimana rasanya menanti eksekusi. Saya pikir, hukuman seumur hidup lebih dari cukup untuk menghukum seeorang," ujar Fajroel.
Kata Denny, jika dilihat dari proses eksekusi, ia setuju jika hukuman mati tidak manusiawi. Sebab sebelum eksekusi, seorang terpidana harus menunggu untuk waktu yang lama dan proses yang bertele-tele. Kedepannya, ia mengatakan, perlu adanya waktu eksekusi yang jelas. Sehingga tidak membuat terpidana hukuman mati terkatung-katung. "Tapi, walaupun hukum kita membuka peluang untuk itu, kita belum pernah menjatuhkan hukuman mati bagi koruptor. Hingga saat ini, yang hilang dari sistem hukum kita adalah penjeraan," kata Denny.
Anggota Komisi III DPR, Soeripto berpendapat, penerapan hukuman mati bagi koruptor dapat dilakukan secara bertahap. Ia mencontohkan, bisa diterapkan dalam jangka waktu 10 tahun kedepan, kemudian dilakukan evaluasi. "Untuk konteks Indonesia, hukuman mati bagi koruptor ini harus diterapkan. Kondisi di Indonesia saat ini, menurut saya, sangat memenuhi untuk menerapkan itu. Tapi harus diterapkan jangan pilih-pilih," ujar Soeripto.
Sumber : www.kompas.com
Selamat Datang Sahabat....
Silahkan tinggalkan komentar dan saran
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon