Hukuman mati yang diterima ketiga orang ini menimbulkan pro dan kontra, termasuk di kalangan pembaca Kompas.com. Ada yang setuju dengan eksekusi mati, ada yang menentang, dengan berbagai alasan serta penjelasan. "Memang sedikit miris mendengar berita itu tapi begitu juga orang-orang yang tidak bersalah yang sudah dibunuhnya! Semoga keadilan terus ditegakan sebagaimana mestinya," demikian email dari Kiki yang mendukung eksekusi. "Hukuman mati, yang berhak cabut nyawa manusia cuma Tuhan. Manusia gak berhak, tolong pikirkan lagi hukuman mati itu.Tuhan Maha Tahu," tulis Feb yang menolak hukuman mati.
Dua komentar ini mewakili pendapat pro dan kontra di kalangan pembaca Kompas.com. Fakta yang menarik adalah, sebagian besar pendapat yang mendukung hukuman mati menginginkan agar para koruptor di Indonesia juga mendapat hukuman mati. Menurut para pembaca Kompas.com, koruptor telah berencana melakukan kejahatan yang akhirnya menyengsarakan jutaan rakyat Indonesia.
"Saya amat sangat menunggu hukuman mati terhadap para koruptor yang telah menyengsarakan ratusan juta penduduk Indonesia dan membangkrutkan negara tercinta. mohon secepatnya dilaksanakan," demikian email dari John."Sebaiknya para koruptor juga perlu diberlakukan dengan hukuman mati karena mereka lebih kejam dengan menyengsarakan jutaan rakyat miskin di negeri ini dan para penegak hukum pun harus adil dan bijak jangan cuma mentingin perutnya sendiri," tulis Dimas.
Wajar bila ada pendapat yang menginginkan agar koruptor dihukum mati, pasalnya hukuman yang diterima para koruptor mungkin belum setimpal dengan perbuatannya. Belakangan ini memang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sedang gencar menyidangkan kasus korupsi, sedang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lagi giat-giatnya menangkap para para koruptor. Tapi, para terdakwa korupsi ini masih bisa tersenyum di pengadilan, masih dapat menggunakan telepon seluler, bahkan ada yang bisa melenggang ke Hong Kong.
Sebenarnya, pidana untuk koruptor di Indonesia masih bisa diberlakukan, bila mengacu kepada UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 Ayat 2 menyebutkan "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan". Sementara Pasal 1 berbunyi "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri endiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)"
Sayangnya soal hukuman mati terhadap koruptor tidak dirinci lebih jauh dalam UU No. 31 Tahun 1999 atau UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika dibandingkan dengan soal pembunuhan berencana, soal terorisme, dan narkotika yang tegas memerintahkan hukuman mati, maka dalam UU Tindak Pidana Korupsi hukuman mati itu hanya dalam "keadaan tertentu" yang tidak dijabarkan lebih jauh. Jadi wajarlah, bila pemberantasan korupsi di Indonesia belum memberikan efek jera, karena para koruptor masih dapat tersenyum, tanpa pernah didera ketakutan menantikan detik-detik eksekusi. Wajarlah UU Tindak Pidana Korupsi belum memberikan efek jera karena pembuat UU-nya pun kini sedang diincar KPK.
Korupsi sebagian besar dilakukan secara berencana untuk memperkaya diri sendiri dan otomatis itu menyengsarakan puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang yang membutuhkan. Kira-kira sama nggak ya dengan pembunuhan berencana, terorisme, atau narkotika? Hukuman mati bagi para koruptor memang perlu dipertimbangkan untuk dilaksanakan.(ROY)
dikutip dari: www.kompas.com
Contact 081364726575
Dua komentar ini mewakili pendapat pro dan kontra di kalangan pembaca Kompas.com. Fakta yang menarik adalah, sebagian besar pendapat yang mendukung hukuman mati menginginkan agar para koruptor di Indonesia juga mendapat hukuman mati. Menurut para pembaca Kompas.com, koruptor telah berencana melakukan kejahatan yang akhirnya menyengsarakan jutaan rakyat Indonesia.
"Saya amat sangat menunggu hukuman mati terhadap para koruptor yang telah menyengsarakan ratusan juta penduduk Indonesia dan membangkrutkan negara tercinta. mohon secepatnya dilaksanakan," demikian email dari John."Sebaiknya para koruptor juga perlu diberlakukan dengan hukuman mati karena mereka lebih kejam dengan menyengsarakan jutaan rakyat miskin di negeri ini dan para penegak hukum pun harus adil dan bijak jangan cuma mentingin perutnya sendiri," tulis Dimas.
Wajar bila ada pendapat yang menginginkan agar koruptor dihukum mati, pasalnya hukuman yang diterima para koruptor mungkin belum setimpal dengan perbuatannya. Belakangan ini memang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sedang gencar menyidangkan kasus korupsi, sedang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lagi giat-giatnya menangkap para para koruptor. Tapi, para terdakwa korupsi ini masih bisa tersenyum di pengadilan, masih dapat menggunakan telepon seluler, bahkan ada yang bisa melenggang ke Hong Kong.
Sebenarnya, pidana untuk koruptor di Indonesia masih bisa diberlakukan, bila mengacu kepada UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 Ayat 2 menyebutkan "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan". Sementara Pasal 1 berbunyi "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri endiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)"
Sayangnya soal hukuman mati terhadap koruptor tidak dirinci lebih jauh dalam UU No. 31 Tahun 1999 atau UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika dibandingkan dengan soal pembunuhan berencana, soal terorisme, dan narkotika yang tegas memerintahkan hukuman mati, maka dalam UU Tindak Pidana Korupsi hukuman mati itu hanya dalam "keadaan tertentu" yang tidak dijabarkan lebih jauh. Jadi wajarlah, bila pemberantasan korupsi di Indonesia belum memberikan efek jera, karena para koruptor masih dapat tersenyum, tanpa pernah didera ketakutan menantikan detik-detik eksekusi. Wajarlah UU Tindak Pidana Korupsi belum memberikan efek jera karena pembuat UU-nya pun kini sedang diincar KPK.
Korupsi sebagian besar dilakukan secara berencana untuk memperkaya diri sendiri dan otomatis itu menyengsarakan puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang yang membutuhkan. Kira-kira sama nggak ya dengan pembunuhan berencana, terorisme, atau narkotika? Hukuman mati bagi para koruptor memang perlu dipertimbangkan untuk dilaksanakan.(ROY)
dikutip dari: www.kompas.com
Selamat Datang Sahabat....
Silahkan tinggalkan komentar dan saran
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon